MLM Syariah Dan MLM Konvensional? Beda!
Di antara pertanyaan yang sering ditanyakan kepada saya sebagai anggota DPS sebuah perusahaan MLM Syariah adalah dimanakah letak perbedaan MLM Syariah dengan MLM konvensional? Dimanakah letak ke-syariah-an K-Link Indonesia sebagai perusahaan MLM? Bahkan sebagian orang mempertanyakan kebenaran MLM syariah karena adanya fatwa-fatwa dari negara lain yang menyatakan bahwa MLM itu haram.
Penjelasan atas fatwa yang mengharamkan MLM sudah Saya jelaskan pada tulisan sebelumnya. Namun Anda sebaiknya membaca tulisan saya tentang Pro-Kontra Seputar Bisnis MLM agar dapat memahami secara menyeluruh.
Dengan merujuk pada fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI No 75 tahun 2009, sebuah perusahaan MLM akan dianggap sesuai dengan syariah, apabila memenuhi 12 persyaratan yang ditentukan oleh DSN MUI. Ada beberapa poin yang membedakan MLM Syariah dengan MLM Konvensional :
- Secara organisasi, perusahaan MLM Syariah memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah) yang bertugas mengawasi kegiatan bisnis dalam perusahaan tersebut dan memberikan pembinaan agar semua kegiatan dalam perusahaan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pengawasan ini meliputi produk yang akan dijual, promosi, marketing plan dan kegiatan-kegiatan seremonial yang terdapat dalam perusahaan.
- Produk yang dijual merupakan produk-produk yang layak/halal dikonsumsi secara syariah Islam. Untuk produk yang masuk kategori makanan dan minuman harus mendapatkan Sertifikat Halal atau Label Halal. Ada sedikit perbedaan antara istilah Sertifikat Halal dengan Labelisasi Halal. Sertifikat Halal diberikan MUI kepada perusahaan namun tidak dicantumkan dalam kemasan produk. Sedangkan labelisasi halal dicantumkan dalam kemasan produk. Untuk produk yang tidak termasuk kategori makanan atau minuman cukup dikonsultasikan secara lisan atau tertulis kepada DPS.
- Sistem pembagian bonus kepada member dan marketing plan bisnis perusahaan harus terbebas dari hal-hal yang diharamkan, utamanya adalah unsur maysir (judi), gharar (penipuan atau ketidakjelasan) dan riba. Untuk memastikan hal ini, DSN MUI memanggil manajemen perusahaan untuk mendengarkan presentasi marketing plan, melakukan kajian terhadap marketing plan, mengunjungi perusahaan, melihat langsung proses produksi ke lokasi pabrik, melakukan inspeksi dan tanya jawab kepada manajemen. Kemudian melakukan syuro/musyawarah ulama’. Lalu diputuskan apakah perusahaan yang mengajukan Sertifikasi Syariah sudah memenuhi 12 persyaratan sesuai fatwa DSN 75/2009? Jika sudah memenuhi maka akan dberikan Sertifikat Syariah oleh DSN MUI.
- MLM syariah sebagai The True MLM memiliki orientasi bisnis menjual produk berupa barang, bukan pada merekrut anggota. Contohnya, di K-LINK, apabila seorang mitra dapat merekrut satu juta downline, namun tidak melakukan penjualan produk apapun, maka member yang merekrut tersebut tidak akan memperoleh bonus apapun.
Sebagai informasi tambahan, MLM yang mendapatkan Sertifikasi Syariah dari DSN MUI harus memenuhi semua perizinan yang berlaku di Republik Indonesia, antara lain memiliki SIUPL (Surat Izin Usaha Penjualan Langsung). Berikut ni saya sertakan Peraturan Menteri Perdagangan RI No 13/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan SIUPL, pada pasal 13 :
Perusahaan yang telah memiliki SIUPL dilarang melakukan kegiatan :
Poin E: kegiatan dengan menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan/pendaftaran sebagai Mitra Usaha secara tidak wajar;
Point F: kegiatan dengan menerima pendaftaran keanggotaan sebagai Mitra Usaha dengan nama yang sama lebih dari 1 (satu) kali;
Point H: kegiatan usaha perdagangan yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat.
Sebagai penjelasan dari saya, perusahaan yang mengutamakan perekrutan anggota baru, lalu membagikan uang pendaftaran sebagai bonus rekrutmen, apalagi dengan membenarkan satu orang mendaftar lebih dari satu kali, pada umumnya ini adalah money game atau perjudian yang bertentangan dengan syariah Islam. Begitu pula dengan perusahaan MLM yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat, bukan menjual produk, maka pada umumnya adalah money game walaupun berkedok menjual produk jasa ibadah ataupun lainnya.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu para pembaca untuk memahami konsep perbedaan MLM sesuai syariah. Ingat, bagi seorang muslim setiap aktivitas adalah pengabdian kepada Allah SWT, termasuk berbisnis. Keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam berbisnis. Bisnis adalah salah satu praktek ketaatan kita kepada Allah swt, karenanya harus sesuai dengan ajaran dan tuntunanNya. Wallahu a’lam bish showab.(H.M Sofwan Jauhari M.Ag)