Menjawab Keraguan Tentang MLM
Setidaknya sejak tahun 1990-an bisnis MLM telah berkembang di Indonesia. Diperkirakan saat ini di Indonesia terdapat sekitar 165 MLM, dan saat ini, ada 86 MLM yang resmi menjadi anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) sebagai wadah organisasi MLM di Indonesia.
Tahun 2009 DSN MUI telah mengeluarkan fatwa tentang MLM Syariah, fatwa itu menyebutkan 12 persyaratan bagi MLM agar menjadi bisnis syariah yang halal dan tidak bertentangan dengan syariah. Saya banyak mendapat pertanyaan yang mencerminkan adanya keraguan masyarakat mengenai MLM. Banyak di antara penanya yang menyebutkan adanya pendapat yang mengharamkan MLM. Meskipun yang saya tahu dalam Fiqh memang sering ada perbedaan, tetapi Saya tetap ingin menjawab pertanyaan tersebut.
Hal yang cukup sering ditanyakan adalah hadits yang melarang “bai’atain fii bai’atin†artinya dua jual beli dalam satu jual beli yaitu:
“Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu jual beli (HR Abu Hurairah – hadits Hasan Sohih)”.
Keraguan akan halalnya MLM, karena di dalamnya dianggap terdapat bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh Rasulullah, terletak pada member MLM selain berperan sebagai penjual mereka juga berperan sebagai agen yang menjalankan fungsi akad samsarah (perantara/makelar). Hukum akad samsarah dalam Islam adalah mubah atau boleh, asalkan tidak berbohong, perantara juga mirip dengan akad wakalah (mewakilkan), yaitu seorang penjual mewakilkan kepada orang lain untuk mencari calon pembeli, atau sebaliknya.
Pertanyaannya, apakah peran ganda member MLM yang terkadang sebagai pembeli produk kepada perusahaan, terkadang juga sebagai penjual kepada konsumen, terkadang mendapat upah atas jasa perekrutan, terkadang juga mendapat bonus atas penjualan orang-orang yang direkrutnya, apakah semua itu berarti telah terdapat bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh Rasul?
Jawaban :
- Secara bahasa, arti kata bai’atain fii bai’atin adalah dua jual beli dalam satu jual beli, bukan berarti dua akad dalam satu akad. Akad bisnis dalam Islam banyak macamnya, tidak hanya jual beli. Ada akad qardl (hutang), rahn (gadai), ijarah (sewa/upah), ju’alah (sayembara), wakalah (mewakilkan), mudlarabah (bagi hasil), dll. Seseorang boleh bertransaksi dengan menggunakan beberapa akad secara terpisah atau bersamaan seperti yang akan saya jelaskan dalam poin 3.
- Yang dimaksud dengan bai’atain fii bai’atin dalam hadits tersebut, bukanlah seperti yang ditanyakan oleh para penanya, para ulama’ ahli hadits dan fiqh seperti Imam Ahmad Syakir dalam menjelaskan Hadits tersebut berkata :
Para Ulama menjelaskan bahwa bai’atain fii bai’atin adalah seperti : Seorang (penjual) berkata : “ saya jual pakaian ini dengan harga 10 secara tunai, dan dengan harga 20 secara tempo/non tunaiâ€. Apabila pihak penjual dan pembeli sebelum berpisah sudah memutuskan salah satu harga tersebut, maka tidak apa-apa (boleh).Dalam MLM syariah, ketika member membeli kepada perusahaan, harganya sudah diputuskan saat serah terima barang, harga tidak akan berubah. Yang ada kemungkinannya adalah member akan mendapat bonus bukan sebagai perubahan harga atas akad yang sudah terjadi, bonus bisa berupa ujroh atau upah atas akad wakalah, samsarah atau ju’alah (sayembara).Imam Syafii berkata : “dan di antara makna bai’atain fii bai’atin yang dilarang oleh nabi adalah seseorang berkata : “aku menjual rumahku ini dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu dengan harga sekian. Kalau kamu jual budakmu maka aku jual rumahku. (kalau kamu tidak menjualnya, maka aku juga tidak menjualnya)â€.â€
Hal seperti ini, yang saya tahu tidak terdapat pada umumnya MLM, karena member yang membeli produk kepada perusahaan tidak diwajibkan untuk menjual benda lain kepada perusahaan. Member juga tidak wajib menjual kepada konsumen, mungkin saja produk tersebut dibeli untuk dikonsumsi sendiri.
- Peran ganda member yang ada dalam MLM lebih dekat disebut tadaakhulul ‘uqud, yakni adanya beberapa akad dalam suatu produk bisnis kontemporer. Seperti KPR, gadai emas, dan tabungan dalam bank syariah.
Dalam KPR, selain akad jual beli murabahah (harga jual adalah modal plus keuntungan) sebagai akad utama, yakni bank membeli dari developer lalu menjual dengan menaikkan (mark up) harga kepada nasabah -terjadi dua transaksi jual beli- bank juga meminta jaminan/collateral kepada nasabah yang menggunakan akad Rahn. Nasabah juga menjalankan akad wakalah, dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk menjualkan barang jaminan jika nasabah tidak mampu melunasi hutangnya. Jadi dalam KPR Perbankan Syariah, minimal terdapat 3 akad yaitu murabahah, rahn dan wakalah.
Sedangkan dalam produk gadai emas Bank Syariah, setidaknya terdapat 3 akad yang digunakan, yaitu akad qardl atau hutang piutang, rahn atau gadai dan ijarah atau sewa.
Adapun dalam tabungan yang menggunakan akad wadiah yadud dlamanah (titipan dana nasabah kepada bank yang dijamin keamanannya), yakni nasabah menitipkan uangnya kepada bank dan bank menjamin akan mengembalikan titipan tersebut kapan saja nasabah menginginkan untuk mengambil titipannya. Dalam tabungan tersebut bank juga menawarkan fasilitas lain seperti kartu ATM, dengan fasilitas tambahan ini maka bank mengenakan bea administrasi dengan akad ijarah.
Pada umumnya MLM tidak mewajibkan member untuk menjual, tetapi sangat baik jika setiap member melakukan penjualan kepada orang lain. Member diperbolehkan untuk menjadi konsumen saja, dan dia dapat membeli produk langsung ke perusahaan dengan harga yang lebih murah. Bagi member yang tidak mau menjual dan tidak merekrut anggota baru, biasanya dia tidak mendapatkan bonus.
Secara logika, yang tidak bekerja maka tidak berhak mendapatkan upah. Jika seorang member ingin menjadi penjual maka dia akan mendapatkan keuntungan dari penjualannya, jika dia menjadi penjual dan mau merekrut orang lain agar menjadi member maka dia berhak mendapatkan bonus penjualan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun bonus merekrut yang menggunakan akad ijarah.
Demikian, wallahu a’lam bish showab. (Ust. Sofwan Jauhari Lc., M.Ag)